0
Tugas 4: Etika Profesi "Pelanggaran Hak Cipta"
PELANGGARAN HAK CIPTA
Pengertian Hak Cipta Menurut Para Pakar, sebagai berikut:
Menurut Patricia Loughlan, Pengertian Hak Cipta adalah bentuk kepemilikan yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi intelektual, sebagaimana kreasi yang ditetapkan dalam kategori hak cipta, yaitu kesusastraan, drama, musik dan pekerjaan seni, serta rekaman suara, film, radio dan siaran televisi, serta karya tulis yang diperbanyak melalui penerbitan.
Pengertian Hak Cipta menurut McKeoug dan Stewart, Hak Cipta adalah suatu konsep di mana pencipta (artis, musisi, pembuat film) yang memiliki hak untuk memanfaatkan hasil karyanya tanpa memperbolehkan pihak lain untuk meniru hasil karyanya tersebut.
Dalam UU No. 28 Tahun 2014 Mengenai Hak Cipta, Pengertian Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian Pencipta ialah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
Pengertian Ciptaan ialah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Pada umumnya dalam hak cipta terkandung hak ekonomi (economic right) dan hak moral (moral right) dari pemegang hak cipta. Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas hak cipta. Hak ekonomi ini berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan hak ciptanya tersebut oleh dirinya sendiri, atau karena digunakan oleh pihak lain berdasarkan lisensi yang diberikan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan hak cipta mengandung hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi penemu atau pencipta. Hak moral ini melekat pada pribadi dari si pencipta. Hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta karena bersifat kekal dan pribadi. Sifat pribadi ini menunjukkan ciri khas yang berkaitan dengan nama baik, kemampuan dan juga integritas yang hanya dimiliki pencipta. Kekal berarti bahwa melekat pada pencipta selama hidup bahkan setelah meninggal dunia.
Pada dasarnya yang dilindungi oleh UU hak cipta adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlu ada keahlian pencipta untuk dapat melakukan karya cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir diharuskan untuk mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi pencipta. Artinya, ciptaan harus mempunyai unsur refleksi pribadi (alter-ego) pencipta. Tanpa adanya pencipta dengan alter egonya tidak akan lahir suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta.
Contoh kasus yang saya angkat mengenai pelanggaran hak cipta yaitu "Kasus Pelanggaran Hak Cipta Inul Vista". Disini dijelaskan bahwa PT. Vizta Pratama, perusahaan pemegang franchise rumah bernyanyi (karaoke) Inul Vizta, menjadi tersangka atas kasus pelanggaran hak cipta. Nagaswara selaku penggugat menganggap Inul Vizta melanggar hak cipta dengan mengedarkan dan menyalin lagu tanpa membayar royalti untuk produser dan pencipta lagu. Direktur Utama Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, yang turut hadir, menjelaskan bahwa sudah terdapat pemanggilan kepada pihak terkait, namun Kim Sung Ku selaku direktur utama Inul Vizta saat ini masih berada di Korea.
Sebelumnya, Nagaswara yang turut merasa dirugikan oleh Inul Vizta melapor ke Mabes Polri pada Jumat, 8 Agustus 2014. Pihak Nagaswara telah melakukan gugatan kepada PT Vizta Pratama, dalam hal ini Inul Vizta dianggap telah menggunakan video klip bajakan dalam lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya. PT Nagaswara memperkarakan Inul Vizta karena menampilkan video klip Bara Bere yang dinyanyikan Siti Badriah dan lagu Satu Jam Saja yang dipopulerkan oleh Zaskia Gotik, tanpa izin terlebih dahulu kepada Nagaswara.
Menurut Otto Hasibuan selaku kuasa hukum PT. Vizta Pratama, yang dilakukan pihak Inul Vizta sudah benar. Pihak Inul telah membayar royalti setiap tahun kepada Nagaswara, dalam hal ini sebagai penggugat, melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti WAMI (Wahana Musik Indonesia). Inul Vizta sudah meminta izin kepada WAMI untuk menaruh lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya. Namun WAMI tidak memberikan video klip asli seperti yang sedang dipermasalahkan oleh Nagaswara. "Karena tidak diberikan oleh WAMI, kita jadi asal mengambil, tapi yang penting kan sudah bayar," papar Otto.
Pemegang saham terbesar Inul Vizta, pedangdut Inul Daratista, belum berkomentar atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang dilayangkan Nagaswara tersebut. Sebetulnya, ini bukan kali pertama karaoke Inul Vizta tersandung masalah. Pada 2009, Andar Situmorang pernah mengajukan gugatan kepada Inul Daratista sebagai pemegang saham terbesar PT Vizta Pratama yang menaungi outlet karaoke Inul Vizta. Andar mengajukan gugatan materi Rp5,5 triliun karena 171 lagu ciptaan komponis nasional, (alm) Guru Nahum Situmorang berada di 20 outlet Inul Vizta tanpa izin. Gugatan yang diproses di Pengadilan Negeri Tata Niaga Jakarta Pusat akhirnya dimenangkan Inul.
Pada 2012, Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) mengadukan Inul Vizta ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait lisensi penggunaan lagu. Namun, oleh pihak pengadilan, gugatan tersebut ditolak karena salah konsep. Pada akhirnya, KCI dan Inul sepakat berdamai.
Pada Januari 2014, band Radja melaporkan Inul Vizta ke Mabes Polri karena dianggap menggunakan lagu "Parah" tanpa izin. Inul terancam hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp5 miliar karena diduga melanggar UU No. 19 th 2002 tentang Hak Cipta.
Pendapat : Menurut saya hal seperti ini bisa diselesaikan dengan cara musyawarah oleh kedua pihak. Karena kesalahan-kesalahan seperti ini menurut saya tidak sepenuhnya salah dari pihak Inul Vizta
Analisa Hukum
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini merupakan bunyi Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. Pencipta memiliki hak eksklusif yang dilindungi oleh undang-undang dan perlindungan itu dimaksudkan agar pencipta tidak kehilangan haknya secara ekonomis atas karya-karya yang timbul dan lahir dari kemampuan intelektualitasnya.
Perkembangan musik yang sangat pesat dapat melahirkan persaingan dalam industri musik. Pembajakan merupakan momok yang menakutkan bagi para penggiat musik, khususnya pencipta dan produser musik itu sendiri. Minimnya pemahaman akan Hak Cipta dikalangan masyarakat indonesia, hal ini menyebabkan semakin banyak orang mencari lagu dengan kata kunci free download musik indonesia dari ilegal website. Tingginya kata pencarian ini menjadi sebuah inspirasi bagi para pencari uang di internet dengan membuat situs-situs lagu yang mengandung pelanggaran hak cipta. Sehingga banyak bermunculan website-website yang menyediakan sejumlah link download lagu ilegal.
Dalam kasus Inul Vizta dan Nagaswara ini, penggunaan video klip tanpa seizin produsen dan menyiarkannya untuk kepentingan komersial oleh karaoke Inul Vista dapat dikatagorikan sebagai bentuk kegiatan mengumumkan dan mempublikasikan suatu ciptaan dan dilakukan untuk keperluan komersial, yang sudah pasti akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik karaoke, namun di sisi lain akan merugikan pemilik dan pencipta lagu terlebih lagi lagu tersebut belum dirilis secara resmi.
Kegiatan tersebut dapat saja dinamakan Pengumuman, pengertian Pengumuman sendiri diatur didalam Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Hak Cipta, diterangkan bahwa;"Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.". Tindakan pengumuman yang dilakukan di Inul Vizta, merupakan tindakan yang masuk didalam lingkup Hak Cipta itu sendiri.
Berdasarkan undang-undang Hak Cipta semua pihak yang menggunakan karya cipta berupa lagu milik orang lain maka orang tersebut berkewajiban untuk terlebih dahulu meminta ijin dari si pemegang hak cipta lagu tersebut dan harus membayar royalti apabila digunakan untuk keperluan komersial. Segala Bentuk pengumuman suatu karya cipta untuk kepentingan komersial harus dengan izin pencipta dan membayar royalti. Namun pihak Inul Vizta mengaku telah membayar royalti setiap tahun kepada Nagaswara, dalam hal ini sebagai penggugat, melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti WAMI (Wahana Musik Indonesia). Royalti adalah pembayaran yang diberikan pada pemilik hak cipta atas karya cipta miliknya yang telah dipergunakan.
Sayangnya, yang dipermasalahkan pihak Nagaswara yaitu video klip dari artis-artis mereka yang ditayangkan di tempat Karaoke Inul Vizta, bukan merupakan video klip asli. Video klip tersebut diambil oleh pihak Inul Vizta dari situs Youtube.com karena tidak mendapatkan izin dari pihak WAMI.
Bahwa dalam Pasal 113 ayat 3 Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang berbunyi: "Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
Pihak Inul dapat memastikan apakah izin yang telah didapatkan telah sesuai dengan penggunaannya begitupun dengan pihak WAMI. Keterangan Pihak Inul yag telah membayar royalti setiap tahun kepada Nagaswara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti WAMI (Wahana Musik Indonesia) dan Inul Vizta sudah meminta izin kepada WAMI untuk menaruh lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya namun Karena video klip tidak diberikan oleh WAMI, maka pihak Inul Vizta asal mengambil klip yang tidak asli. Dalam hal ini masalah royalty yang dibayarkan harus diperjelas apakah sebatas penggunaan lagu atau keseluruhan lagu beserta video klipnya. Seharusnya dalam meminta izin juga sudah jelas kalau lagu yang akan digunakan untuk tempat karoke adalah lagu berserta video klipnya, sehingga tidak terjadi permasalahan di kemudian hari yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Terkait dengan telah dilindunginya hak-hak pencipta dalam Undang-undang, maka seharusnya tidak ada lagi pelanggaran dalam industri musik Indonesia dapat dan diharapkan para penegak hukum dapat bertindak tegas dalam menangani kasus-kasus pelanggaran hak cipta.
Sumber:
Afrillyana Purba, Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, 2005. TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia. Penerbit PT Rineka Cipta : Jakarta.
http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-hak-cipta-menurut-pakar.html#
http://pradhitoabirama96.blogspot.co.id/2016/03/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta-inul.html